Total Tayangan Halaman

Sabtu, 25 Mei 2013

Kondisi Marah

Marah. Permasalahan manusia selalu marah. Dalam menunggu, menjalani pekerjaan, kegagalan, dikhianati, dikucilkan, entah apapun kondisinya. Kehidupan ini banyak tak sesuai dengan harapan. Membuat kesadaran manusia menurun. Sesudah marah muncul kebencian. Proses alamiah dalam perasan siapa saja. Manusia tidak mengetahui kapan dirinya marah. Sebab banyak faktor yaitu kondisi, fenomena. Apakah aku pernah marah? Ya.

Masa kecil ku adalah masa kemarahan tanpa diketahui. Saya pernah melewati masa-masa penuh ketidaksadaran. Penuh dengan gerak tanpa perhitungan. Masa penuh agresivitas. Pengaruh akan gerak tak jelas. Tak berpikir dan merasa, semuanya begitu saja marah. Itulah marah masa kecil ku. Beda marah di masa sekolah. Masa sekolah adalah marah dengan alasan-alasan untuk marah dengan kondisi sekolah. Kesal tak sesuai keinginan dan itu kewajaran. Protes, berkelahi, belajar tidak fokus, melawan guru, menyalahkan siapapun. Kritik pendidikan sejak sekolah sebenarnya sudah di taman kanak-kanak. Di sekolah lebih terluap. Begitu masuk sekolah menengah, muncullah kejenuhan. Aku pikir marah adalah sesuatu alamiah untuk pertumbuhan jiwa. Di dalam diri  penuh gerak mencari cara mengungkapkan maksud. Manusia memerlukan marah, namun ternyata marah nya melebihi permasalahan sesungguhnya. 

Apakah aku masih dapat marah? Ya. Marah ku masih bisa dimengerti diri sendiri. Marah ku masih bisa disadari dalam pikiran memasuki hati. Fenomena ternyata memasuki pikiran cepat sekali dan bila tak disadari. Pengaruhi kondisi emosional di hati lalu menjadi perasaan marah, dan benci. Marah ku, aku ketahui, dan aku sadari. Api menyala ada karena pemicu. Sebenarnya fenomena masih dalam fenomena dalam pandangan. Aku sadari indera bergerak dalam pikiran masuk ke lembah emosional hati. Aku tak lawan, aku tak bergerak, aku hanya diam merasakan terproses marah ku bergerak masuk cepat ternyata perlahan. Mata ku tertutup untuk merasakannya seluruh fenomena telah masuk mempengaruhi pikiran dan rasa. Aku hanya melihat gambaran di benak untuk dan marah, aku perhatikan saja. 

Aku sadari. Marah ku ada pemicu, dari kondisi keadaan, fenomena. Namun itu adalah fenomena terhubung oleh indera-indera masuk ke pikiran dan perasaan. Kondisi luar telah mempengaruhi ku, terpengaruh dalam melakukan tindakan. Marah ku masih dirasakan saja dan sadar ku perhatikan saja. Apa yang harus aku lakukan setelah itu? Aku diam, meredakan rasa, setelah itu mengerti aku sedang marah. Itulah sadar dalam marah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar